Dari Abu Dzar al-Ghifari –semoga Allah meridhainya- dari Nabi saw., menyampaikan apa yang diterimanya dari Roabnya, bersabda, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi.” (Muslim)
Hadits di atas merupakan penggalan dari hadits panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dari Sa’id Bin ‘Abdil-‘Aziz dari Rabi’ah Bin Zaid, dari Abu Idris dari Abu Dzar Al-Ghifari.
Allah swt. menegaskan bahwa Dia mengharamkan diri-Nya melakukan kezhaliman. Padahal Dia mempunyai kemampuan untuk melakukannya. Betapa tidak, alam semesta Dia yang menciptakan dan Dia pula yang menggenggamnya. Dialah yang memberi rezki dan kehidupan kepada seluruh anggota alam raya. Pada jemari-Nya kehidupan dan kematian setiap makhluk. Apa yang tidak bisa Dia lakukan?
“Sesungguhnya Allah, Dialah Pemberi rezki Yang mempunyai kekuatan lagi Perkasa.” (Adz-Dzariyat: 57)
“Yang menciptakan kematian dan kehidupan.” (Al-Mulk: 2)
Namun demikian, dengan segala kemahakuasaan, kemahaperkasaan, kemahagagahan itu, Dia tidak melakukan kezhaliman sekecil apa pun kepada makhluk-Nya. Karena Dia telah mengharamkannya untuk dirinya.
“Dan aku tiadalah akan melakukan kezhaliman kepada hamba-hamba-Ku.” (Qaf: 29)
“Dan Allah tidak menghendaki kezhaliman bagi sekalian alam.” (Ali ‘Imran: 108)
Azh-zhulmu (kezhaliman) adalah wadh’usy-syai fi ghairi maudhi’ihi (menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya). Jika Allah sedemikian anti terhadap kezhaliman, maka orang yang mengklaim sebagai hamba Allah dan cinta kepada-Nya seharusnya menyesuaikan diri.
Bentuk-bentuk Kezhaliman
Ada dua bentuk kezhaliman. Pertama, zhulmun-nafs (kezaliman terhadap diri sendiri). Puncak kezhaliman terhadap diri sendiri adalah al-isyraku billah (menyekutukan Allah). Seperti yang Allah firmankan, “Sesungguhnya kemusyrikan itu adalah kezhaliman yang besar.” Karena orang yang menyekutukan Allah telah menempatkan makhluk pada posisi Al-Khaliq seraya memuja, menyembah, dan mengabdi kepadanya. Dan itulah perilaku menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya yang paling buruk dan paling dahsyat. Dan kebanyakan julukan zhalimin (orang-orang yang zhalim) dalam al-Quran ditujukan kepada orang-orang musyrik. Seperti firman Allah, “Dan orang-orang kafir itulah yang zhalim.”
Termasuk zhulmun-nafs adalah kemaksiatan dengan aneka peringkatnya. Baik yang masuk klasifikasi dosa besar maupun dosa kecil. Kemaksiatan dan perbuatan dosa dikategorikan kezhaliman karena orang yang melakukannya telah salah menempatkan. Seharusnya dia menyikapi segala karunia dan kenikmatan dari Allah dengan taat dan ibadah kepada Allah, yang ia lakukan malah membangkan dan mencari jalan sendiri. Di situlah letak kezalimannya. Padahal untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah itu, andaipun kita menggunakan seluruh waktu dan tenaga yang ada, maka hal itu tidak akan mencukupinya. Itulah yang dijelaskan oleh sabda Rasulullah saw. “Tidak bolehkah aku menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur?” saat beliau ditanya perihal shalat malam yang dia lakukan padahal dirinya sudah mendapat pengampunan dari segala dosa.
Kedua, zhulmul-‘abdi lighairihi (kezhaliman seorang hamba terhadap orang lain). Dan itulah yang dimaksud dengan “maka janganlah kalian saling menzhalimi” dalam hadits di atas. Rasulullah saw. telah mendeklarasikan Hak Asasi Manusia yang harus dihormati dan dihargai oleh orang lain, pada momentum Haji Wada’. Beliau menegaskan: “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian adalah haram bagi kalian seperti haramnya hari ini, pada bulan ini, di negeri kalian ini…. Camkanlah kata-kataku itu, niscaya kalian akan hidup. Ingat, janganlah kalian saling menzhalimi. Tidaklah halal harta seseorang bagi orang lainnya kecuali dengan kerelaan darinya.”
Seluruh anggota tubuh kita bisa terlibat dalam kezhaliman. Kezaliman hati adalah buruk sangka, iri, dengki atau kebencian yang tidak beralasan. Kezhaliman mata, hidung dan telinga bisa dalam bentuk mengendus-endus, nguping, memata-matai kesalahan atau keburukan orang lain. Kezhaliman lidah adalah kata-kata kotor, pelecehan, penghinaan atau ghibah. Kezhaliman yang dilakukan tangan menyakiti, melukai, merampas, dan sebagainya. Dan Allah telah mengingatkan agar kita menjauhi segala macam bentuk kezhaliman itu.
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah satu kaum memperolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang (diolok-olok) itu lebih baik daripada mereka yang mengolok-olok; dan jangan pula para wanita memperolok-olok wanita lain sebab boleh jadi para wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Janganlah kalian melecehkan diri kalian sendiri dan jangan pula memanggil dengan julukan yang buruk.” (Al-Hujurat: 11)
“Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan prasangka, sebab sebagian prasangka itu adalah dosa, janganlah kalian memata-matai dan janganlah sebagian menggunjing sebagian yang lain.” (Al-Hujurat: 12)
Buah Kezhaliman
Setiap penyimpangan pasti akan mendatangkan bahaya. Kemusyrikan akan menghilangkan harkat derajat manusia di muka bumi. Sebab orang yang musyrik telah menjatuhkan martabatnya sebagai manusia yang telah Allah muliakan. Bayangkan orang yang memuja dan mensakralkan benda mati, binatang, atau makhluk Allah lainnya. Mereka menganggapnya bahwa makhluk tersebut mempunyai kekuatan di luar kekuatan dirinya. Bahkan bisa mendatangkan sesuatu yang padahal hanya Allah yang bisa melakukannya. Pada saat orang-orang berebut air kotor bekas cucian benda-benda “keramat” yang penuh karat dan debu itu, seraya mereka mengusapkannya ke sekujur tubuh bahkan meminumnya, di manakah mereka meletakkan harga diri mereka sebagai manusia?
Wajar, jika kemudian pada hari akhirat orang musyrik kekal di neraka. Karena mereka sendirilah yang telah memilih jalan kehinaan setelah Allah memuliakannya. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu.”
Kemaksiatan juga mendatangkan malapetaka, bukan saja kelak di akhirat tapi semenjak di dunia. Imam Ibnul-Qayyim –semoga Allah merahmatinya- mengatakan, “Di antara yang perlu diketahui adalah bahwa dosa dan kemaksiatan itu membahayakan. Dan tidak diragukan lagi bahayanya terhadap hati bagaikan bahaya racun terhadap tubuh.” Itu hanyalah satu aspek, yakni aspek hati secara personal. Terhadap kehidupan pun, kemaksiatan punya bahaya yang besar. Di antaranya adalah munculnya bencana dan malapetaka. Rasulullah saw. Bersabda: “Jika kemaksiatan merajalela di tengah umatku, Allah pasti menimpakan secara merata adzab dari sisi-Nya.” Aku (Ummu Salamah) bertanya, “Tidak adakah di tengah mereka saat itu orang-orang saleh?” Rasulullah saw. Menjawab, “Ada.” Aku bertanya, “Lalu apa yang dilakukan terhadap mereka yang saleh itu?” Rasulullah saw. Menjawab, “Akan menimpa mereka apa yang menimpa orang-orang pada umumnya, kemudian mereka mendapatkan ampunan dan keridhaan.” (Ahmad).
Itu di dunia. Di akhirat urusannya lebih dahsyat lagi. Demikian pula dengan kezhaliman yang dilakukan terhadap sesama manusia. Kehidupan ini tidak akan ada keadilan dan kesejahteraan manakala kezhaliman merajalela dan menggurita. Negeri yang subur hanya akan memakmurkan segelintir orang yang kebetulan punya akses kepada sumber daya alam gara-gara mendapatkan kekuasaan. Namun, kalau pun pelaku kezhaliman itu “selamat” di dunia karena tidak tersentuh hukum, ketahuilah bahwa di akhirat dia tidak akan selamat dari perhitungan dan adzab Allah swt.
Rasulullah saw. menjelaskan tentang orang yang muflis (pailit). Muflis bukanlah orang yang tidak punya uang atau kehilangan harta. Melainkan orang yang sewaktu di dunia melaksanakan ibadah ritual semacam shalat, shaum, dan sebagainya. Namun di samping itu, dia melakukan kezhaliman kepada orang lain dalam bentuk memukul atau melukai, memfitnah (merusak kehormatan), merampas hak milik tanpa alasan yang dibenarkan. Maka pada hari akhirat kelak semua orang yang menjadi korban kezhalimannya akan menuntut di hadapan Allah swt. Sampai manakala pahala orang itu sudah habis untuk membayar kezhalimannya, sementara para korban yang menuntut masih banyak, Allah melimpahkan dosa-dosa si korban kepada pelaku kezhaliman itu. Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar